Menggali Ilmu Salaf: Fondasi Aqidah dan Fiqih dalam Kitab Kuning

Pondok pesantren tradisional di Indonesia memegang teguh tradisi keilmuan Islam klasik, yang dikenal sebagai Menggali Ilmu Salaf. Inti dari pendidikan ini adalah pendalaman ilmu aqidah (teologi) dan fiqih (hukum Islam) melalui kajian kitab kuning, warisan ulama terdahulu yang ditulis dalam bahasa Arab. Proses Menggali Ilmu Salaf ini membentuk fondasi keislaman yang kokoh bagi para santri, membekali mereka dengan pemahaman agama yang mendalam dan berlandaskan pada sumber-sumber otentik. Artikel ini akan membahas pentingnya kajian aqidah dan fiqih dalam tradisi pesantren.

Tradisi Menggali Ilmu Salaf melalui kitab kuning bukan hanya sekadar pembelajaran tekstual, tetapi juga transmisi pemahaman dari generasi ke generasi. Kitab kuning adalah karya tulis para ulama klasik yang mencakup berbagai disiplin ilmu Islam. Untuk menguasai kitab-kitab ini, santri terlebih dahulu harus menguasai “ilmu alat” seperti Nahwu (tata bahasa Arab) dan Shorof (morfologi bahasa Arab), yang merupakan kunci untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Pentingnya Kajian Ilmu Aqidah:

Ilmu aqidah adalah pondasi keimanan seorang Muslim. Ia membahas tentang keyakinan dasar terhadap Allah SWT, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, takdir, dan hal-hal gaib lainnya. Di pesantren, kitab-kitab aqidah seperti Aqidatul Awam atau Jauharatul Tauhid diajarkan untuk:

  • Memperkuat Keyakinan: Santri diajarkan untuk memahami keesaan Allah SWT secara mendalam, menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan dan keraguan.
  • Meluruskan Pemahaman: Kajian aqidah membantu santri memiliki pemahaman yang benar tentang Islam, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta menjauhkan diri dari paham-paham menyimpang.
  • Membangun Karakter: Aqidah yang kuat menjadi dasar bagi akhlak mulia dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Peran Sentral Ilmu Fiqih:

Fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang dibebani hukum syariat), baik ibadah maupun muamalah. Kajian fiqih di pesantren sangat mendalam, menggunakan kitab-kitab seperti Safinatun Najah, Fathul Qarib, atau Fathul Mu’in. Tujuannya adalah untuk:

  • Praktik Ibadah yang Benar: Santri mempelajari tata cara shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya sesuai syariat. Mereka belajar detail rukun, syarat, sunah, hingga hal-hal yang membatalkan ibadah.
  • Pedoman Hidup Sosial: Fiqih juga mengatur interaksi antarmanusia (muamalah), seperti jual beli, sewa-menyewa, pernikahan, warisan, dan lainnya. Ini membekali santri dengan pedoman etika dan hukum dalam bermasyarakat.
  • Kemampuan Istinbat Hukum: Pada level lebih lanjut, santri diajarkan metode istinbat (pengambilan hukum) dari sumber-sumber syariat, meskipun hal ini biasanya untuk ulama senior. Sebuah simposium fiqih di Pondok Pesantren Gontor pada awal tahun 2025 bahkan membahas relevansi fiqih klasik dengan isu-isu kontemporer, menunjukkan kedalaman kajiannya.

Melalui tradisi Menggali Ilmu Salaf, pondok pesantren tidak hanya melahirkan para penghafal Al-Qur’an atau penceramah, tetapi juga individu yang memiliki pondasi keilmuan agama yang kuat, mampu memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara komprehensif dalam kehidupan bermasyarakat.