Metode sorogan yang menjadi ciri khas pondok pesantren, tak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga memiliki pengaruh besar dalam melatih fokus dan kedisiplinan santri. Proses pembelajaran personal ini membentuk karakter santri menjadi pribadi yang teliti, sabar, dan memiliki konsentrasi tinggi.
Sistem sorogan menuntut santri untuk benar-benar siap dan hadir sepenuhnya di hadapan kiai atau ustaz. Sebelum sesi dimulai, santri harus mempersiapkan materi, membaca ulang, dan mencoba memahami isi kitab yang akan disorogkan. Saat proses sorogan berlangsung, santri harus melatih fokus secara penuh pada bacaan dan koreksi dari guru. Setiap kesalahan harakat, tajwid, atau pemahaman akan langsung dikoreksi. Ini menciptakan lingkungan belajar yang intensif dan tidak memberikan ruang bagi kelalaian. Disiplin waktu juga sangat ditekankan, santri harus datang tepat waktu dan sesuai giliran.
Pengaruh sorogan dalam melatih fokus juga terlihat dari kemampuan santri dalam menganalisis teks. Kitab kuning yang tidak berharakat menuntut santri untuk memahami konteks kalimat, kaidah nahwu (gramatika) dan shorof (morfologi) secara mendalam agar bisa membaca dengan benar. Ini secara tidak langsung mengasah kemampuan berpikir analitis dan daya ingat mereka. Sebagai contoh, pada tanggal 14 Juni 2025, Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an Nurul Huda di Sumatera Barat mengadakan ujian sorogan kitab Fathul Qarib, sebuah kitab fiqih klasik. Hasil ujian menunjukkan bahwa santri yang rajin sorogan memiliki akurasi bacaan 95% lebih tinggi dibandingkan dengan santri yang kurang aktif.
Selain fokus, kedisiplinan juga menjadi hasil nyata dari metode sorogan. Santri belajar untuk patuh pada aturan, menghormati guru, dan bertanggung jawab atas materi yang harus mereka kuasai. Rutinitas yang ketat dalam mengaji sorogan menanamkan kebiasaan positif yang terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Pada hari Kamis, 20 Juli 2025, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Psikologi Pendidikan Islam terhadap alumni pesantren menemukan bahwa mereka cenderung memiliki tingkat kedisiplinan diri yang lebih tinggi dalam pekerjaan dan kehidupan sosial. Penelitian ini melibatkan 400 responden dari berbagai profesi.
Dengan demikian, metode sorogan bukan hanya alat transmisi ilmu, tetapi merupakan fondasi penting dalam melatih fokus dan kedisiplinan santri. Pengalaman ini membentuk karakter santri menjadi pribadi yang teliti, sabar, dan memiliki konsentrasi yang kuat, bekal penting untuk menjadi pribadi yang sukses di berbagai bidang kehidupan.