Di tahun 2025 ini, kehidupan di pondok pesantren dimulai jauh sebelum fajar menyingsing. Saat sebagian besar dunia masih terlelap, para santri sudah terjaga, memulai hari dengan harmoni dzikir dan lantunan doa. Momen dini hari ini, yang diisi dengan shalat tahajjud dan berbagai wirid, bukan sekadar rutinitas wajib, melainkan fondasi spiritual yang kuat, membentuk jiwa, dan meningkatkan konsentrasi dalam menuntut ilmu. Artikel ini akan mengupas bagaimana harmoni dzikir dan ibadah malam ini menjadi inti dari pembinaan spiritual dan mental santri.
Pukul 03.00 atau 03.30 pagi, suara ketukan pintu kamar atau sirine kecil mulai terdengar, membangunkan seluruh santri dari tidur lelap. Tanpa banyak bicara, mereka segera beranjak untuk mengambil wudu dan menuju musala atau masjid. Keheningan dini hari, hanya dipecah oleh suara langkah kaki dan gemericik air wudu, menciptakan suasana yang khusyuk dan penuh kedamaian. Ini adalah waktu di mana santri secara individu dan kemudian berjamaah, mendirikan shalat tahajjud. Dalam kegelapan malam, setiap sujud dan doa yang dipanjatkan menjadi refleksi diri dan komunikasi langsung dengan Sang Pencipta. Sebuah penelitian dari Pusat Kajian Spiritualitas Islam pada Maret 2025 menunjukkan bahwa praktik shalat tahajjud secara rutin berkorelasi positif dengan peningkatan kadar endorfin dan penurunan tingkat stres pada remaja.
Setelah shalat tahajjud, suasana berlanjut dengan harmoni dzikir dan wirid. Bacaan Asmaul Husna, istighfar, shalawat, dan ayat-ayat Al-Qur’an dilantunkan secara bersama-sama, menciptakan gelombang energi spiritual yang menyelimuti seluruh area pesantren. Momen ini tidak hanya memperkuat keimanan, tetapi juga melatih konsentrasi dan fokus. Pikiran yang jernih di pagi hari, tanpa gangguan dari hiruk pikuk aktivitas, menjadi sangat reseptif untuk menyerap pelajaran yang akan datang. Tradisi ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi ciri khas yang membedakan pendidikan pesantren.
Harmoni dzikir dan shalat tahajjud di dini hari juga memiliki dampak signifikan pada disiplin santri. Kebiasaan bangun pagi buta setiap hari, terlepas dari rasa kantuk atau kelelahan, melatih ketahanan fisik dan mental. Disiplin ini kemudian terbawa dalam kegiatan belajar, hafalan, dan seluruh rutinitas harian mereka. Mereka belajar mengalahkan rasa malas dan menempatkan ibadah serta ilmu di atas segalanya. Bahkan, laporan dari Divisi Pengasuhan Santri Pondok Pesantren Nurul Huda, pada 10 Mei 2025, mencatat bahwa tingkat kedisiplinan santri yang aktif mengikuti kegiatan dini hari lebih tinggi 15% dibandingkan yang tidak.
Dengan demikian, kegiatan dini hari di pesantren, yang diwarnai oleh harmoni dzikir dan kekhusyukan shalat tahajjud, adalah lebih dari sekadar ritual. Ini adalah fondasi spiritual dan mental yang kokoh, membentuk pribadi santri menjadi insan yang berdisiplin, fokus, dan memiliki jiwa yang tenang dalam menghadapi tantangan kehidupan dan proses menuntut ilmu.